Kalender Liturgi hari ini
Kitab Hukum Kanonik
No. kanon: contoh masukan no kanon: 34,479,898-906
KITAB SUCI
: - Pilih kitab kitab, masukan bab, dan nomor ayat yang dituju
Katekismus Gereja Katolik
No KGK: contoh masukkan no. KGK : 67, 834 atau 883-901, 1125-1140
Materi iman
Dokumen Gereja
Dok.: No. : Pilih Dokumen yg di tuju & masukkan no. dok. yg dicari - 0 (nol) daftar isi- (cat. kaki lihat versi Cetak)

 

 

KONSTITUSI APOSTOLIK
“MISSALE ROMANUM”

Constitutio Apostolica “Missale Romanum

lanjutan.....

BAB VI

YANG DIPERLUKAN UNTUK
PERAYAAN MISA

I. Roti dan Anggur

         319. Seturut teladan Kristus, Gereja selalu menggunakan roti dan anggur dengan air untuk merayakan perjamuan malam Tuhan.

         320. Roti yang digunakan untuk merayakan Ekaristi harus dari gandum, masih baru, dan menurut  kebiasaan Gereja Latin roti itu tidak beragi.

         321. Mengingat hakikatnya sebagai tanda, bahan untuk perayaan Ekaristi hendaknya sungguh-sungguh kelihatan sebagai makanan. Oleh karena itu, hendaknya roti Ekaristi, biarpun berbentuk hosti, dibuat sedemikian rupa, sehingga sungguh-sungguh dapat dipecah-pecah oleh imam, dan bagian-bagian itu diberikan juga setidaknya kepada beberapa orang beriman. Namun, hal ini tidak berarti bahwa hosti-hosti kecil harus ditiadakan, sebab hosti-hosti kecil tetap berguna karena banyaknya jumlah orang yang menyambut Tubuh Kristus atau karena alasan pastoral lain. Di zaman para rasul perayaan Ekaristi disebut Pemecahan Roti, sebab kegiatan pemecahan roti itu melambangkan dengan jelas dan nyata, bahwa semua bersatu dalam satu roti. Selain itu dilambangkan juga cinta persaudaraan, sebab roti yang satu dan sama itu dipecah-pecah dan dibagikan diantara saudara-saudara seiman.

         322. Anggur untuk perayaan Ekaristi harus berasal dari buah pohon anggur  ( bdk.Luk 22:18). Anggur itu harus asli dan murni, yaitu tanpa campuran dengan bahan lain.

         323. Hendaknya diperhatikan secara khusus, agar roti dan anggur untuk perayaan Ekaristi itu selalau dalam keadaan baik, artinya anggur jangan sampai menjadi masam, dan roti jangan menjadi busuk atau sangat keras, sehingga sukar dipecah-pecahkan.

         324. Jika seorang imam, sesudah konsekrasi atau waktu komuni, mengetahui bahwa yang ada dalam piala itu bukan anggur melainkan air, maka air itu harus dituangkan ke suatu wadah. Kemudian, piala diisi dengan anggur dan air. Lalu imam mengulangi kata-kata konsekrasi untuk anggur. Kata-kata konsekrasi untuk roti tidak perlu diulangi.

II. Perabot Ibadat pada Umumnya

         325. Seperti untuk pembangunan gereja, demikian juga untuk perabot ibadat, Gereja menyambut baik cita rasa seni setiap daerah. Gereja juga menerima penyerasian dengan tradisi dan kekhasan masing-masing bangsa, asal saja sesuai dengan maksud dan fungsi perabot ibadat itu di dalam liturgi. 154  Dalam hal inipun, hendaknya diperhatikan kesederhanaan yang anggun, yang merupakan bagian utuh dari seni sejati.

         326. Mengenai bahan untuk perabot ibadat, di samping bahan tradisional boleh juga digunakan bahan lain, asal menurut penilaian zaman sekarang dianggap sebagai bahan yang luhur, tahan lama, dan serasi untuk digunakan dalam liturgi. Konferensi Uskuplah yang hendaknya menentukan kebijaksanaan dalam hal ini.

III. Bejana Kudus

         327. Diantara hal-hal yang diperlukan untuk perayaan Ekaristi, bejana-bejana kudus harus dihormati secara khusus, terutama patena dan piala, tempat roti dan anggur dipersembahkan, dikonsekrasikan, dan disambut.

         328. Bejana-bejana kudus hendaknya dibuat dari logam mulia. Kalau bejana itu dibuat dari logam yang dapat berkarat, atau yang lebih rendah dari emas, hendaklah bagian dalamnya dilapis emas.

         329. Atas keputusan Konferensi Uskup, yang harus lebih dulu diketahui oleh Takhta Apostolik, bejana-bejana kudus dapat juga dibuat dari bahan lain yang kuat dan yang menurut anggapan umum setempat merupakan bahan bermutu, misalnya kayu eboni atau kayu keras lain, asal serasi untuk digunakan dalam liturgi. Dalam hal ini, hendaknya lebih diutamakan bahan yang tidak mudah pecah dan tidak mudah rusak. Hal ini berlaku untuk bejana-bejana kudus tempat menyimpan atau menaruh hosti, seperti patena, sibori, piksis, monstrans, dan lain-lainnya.

         330. Piala dan bejana lain yang digunakan untuk Darah Tuhan, hendaknya dibuat dari bahan yang kedap air. Kaki piala boleh dibuat dari bahan lain yang kuat dan pantas.

         331. Untuk konsekrasi hosti, sebaiknya digunakan patena yang besar; dalam patena itu ditampung hosti baik untuk imam dan diakon, maupun untuk para pelayan lain dan umat.

         332. Para seniman yang membuat bejana-bejana kudus boleh membuatnya menurut kekhasan budaya setempat. Namun, hendaknya bejana-bejana itu serasi untuk digunakan dalam liturgi, dan jelas-jelas berbeda dari bejana-bejana yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.

         333. Mengenai pemberkatan bejana-bejana kudus hendaknya diperhatikan tata cara yang terdapat dalam buku-buku liturgis.155

         334. Kebiasaan membangun sakrarium ( sumur suci ) di sakristi hendaknya dipertahankan . Ke dalam sakrarium inilah dituangkan air bekas pencuci bejana kudus dan kain-kain ( bdk.no.280 ).

IV. Busana Liturgis

         335. Gereja adalah Tubuh Kristus. Dalam Tubuh itu tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama. Dalam perayaan Ekaristi tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis juga menambah keindahan perayaan liturgis. Seyogyanya busana liturgis untuk imam, diakon, dan para pelayan awam diberkati. 156

         336. Busana liturgis yang lazim dikenakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun tidak tertahbis, ialah alba, yang dikencangi dengan singel, kecuali kalau bentuk alba itu memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-hari, maka dikenakan amik sebelum alba. Kalau pelayan mengenakan kasula atau dalmatik, ia harus mengenakan alba, tidak boleh menggantikan alba tersebut dengan duperpli. Juga, sesuai dengan kaidah yang berlaku, tidak boleh pelayan hanya mengenakan stola tanpa kasula atau dalmatik.

         337. Busana khusus bagi imam selebran dalam Misa ialah “kasula” atau planeta. Begitu pula dalam perayaan liturgi lainnya yang langsung berhubungan dengan Misa, kecuali kalau ada peraturan lain. Kasula dipakai di atas alba dan stola.

         338. Busana khusus bagi diakon ialah dalmatik yang dikenakan diatas alaba dan stola. Tetapi, kalau tidak perlu atau dalam perayaan liturgi yang kurang meriah, diakon tidak harus mengenakan dalmatik.

         339. Akolit, lektor, dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gerejawi yang bersangkutan.

         340. Imam mengenakan stola yang dikalungkan pada leher, dan ujungnya dibiarkan menggantung, tidak disilangkan. Diakon mengenakan stola yang disampirkan pada bahu kiri dan ujungnya disilangkan ke pinggang kanan.

         341. Pluviale dikenakan oleh imam dalam perarakan atau dalam perarakan atau dalam perayaan liturgis lain seturut petunjuk khusus untuk perayaan yang bersangkutan.

         342. Konferensi Uskup dapat menentukan bentuk busana liturgis yang lebih sesuai dengan keperluan dan adat wilayah setempat; Takhta Apostolik hendaknya diberitahu tentang penyerasian itu. 157

         343. Di samping bahan-bahan tradisional Gereja, untuk busana liturgis, boleh digunakan bahan-bahan produksi khas daerah; boleh juga digunakan bahan-bahan tiruan yang selaras dengan martabat perayaan liturgis dan pelayan liturgi yang mengenakannya. Konferensi Uskuplah yang hendaknya memutuskan hal itu.158

         344. Busana liturgis hendaknya tampak indah dan anggun bukan karena banyak dan mewahnya hiasan, melainkan karena bahan dan bentuk potongannya. Hiasan pada busana liturgis yang berupa gambar atau lambang, hendaknya sesuai dengan liturgi. Yang kurang sesuai hendaknya dihindarkan.

         345. Keanekaragaman warna busana liturgis dimaksudkan untuk mengungkapkan secara lahiriah dan berhasil guna ciri khas misteri iman yang dirayakan; dalam kerangka tahun liturgi, kebhinekaan warna busana liturgis juga dimaksudkan untuk mengungkapkan makna tahap-tahap perkembangan dalam kehidupan kristen.

         346. Warna-warna busana liturgis hendaknya digunakan menurut kebiasaan yang sampai sekarang berlaku, yaitu :

         a. Warna putih digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa pada Masa Paskah dan Natal, pada perayaan-perayaan Tuhan Yesus (kecuali peringatan sengsara-Nya), begitu pula pada Pesta Santa Perawan Maria, para malaikat, para kudus yang bukan martir, pada Hari Raya Semua Orang Kudus (I November) dan kelahiran Santo Yohanes Pembaptis (24 Juni), pada Pesta Santo Yohanes Pengarang Injil (27 Desember), Pesta Takhta Santo Petrus Rasul (22 Februari) dan Pesta Bertobatnya Santo Paulus Rasul (25 Januari).

         b. Warna merah digunakan pada hari Minggu Palma memperingati Sengsara Tuhan dan pada hari Jumat Agung ; pada hari Minggu Pentakosta, dalam perayaan-perayaan Sengsara Tuhan, pada pesta para rasul dan pengarang Injil, dan pada perayaan-perayaan para martir.

         c. Warna hijau digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa selama Masa Biasa sepanjang tahun.

         d. Warna ungu digunakan dalam Masa Adven dan Prapaskah. Tetapi dapat juga digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa arwah.
 
         e. Warna hitam dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, dalam Misa arwah.

Warna jingga dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, pada hari Minggu Gaudete

(Minggu Adven III) dan hari Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV).

         Konferensi Uskup dapat menentukan perubahan-perubahan yang lebih serasi dengan keperluan dan kekhasan bangsa setempat. Penyerasian-penyerasian itu hendaknya diberitahukan kepada Takhta Apostolik.

         347. Dalam perayaan Misa Ritual digunakan warna liturgi yang ditentukan untuk perayaan yang bersangkutan, atau putih, atau warna pesta; dalam Misa untuk pelbagai keperluan digunakan warna liturgi yang sesuai dengan hari atau masa liturgi yang bersangkutan, atau dengan warna ungu bila perayaan bertema tobat seperti misalnya Misa di masa perang atau pertikaian, Misa di masa kelaparan, Misa untuk memohon pengampunan dosa; Misa Votif dirayakan dengan warna yang cocok dengan tema Misa yang bersangkutan, atau boleh juga dengan warna hari/ masa liturgi yang bersangkutan.

V. Hal – hal Lain

         348. Perabot-perabot lain yang digunakan dalam liturgi atau dipakai dalam gedung gereja hendaknya selalu pantas dan sesuai dengan tujuannya masing-masing. Ini juga berlaku untuk bejana kudus dan busana liturgis yang bahan khususnya sudah dijelaskan di atas.159

         349. Buku-buku liturgis, khususnya Kitab Injil ( Evangeliarium ) dan Buku Bacaan Misa ( Lectionarium ) yang dimaksudkan untuk pewartaan sabda Allah, harus diperhatikan secara saksama, karena merupakan tanda dan simbol alam surgawi. Maka, buku-buku seperti itu harus sungguh bermutu., anggun, dan indah, serta mendapat penghormatan khusus.

         350. Di samping itu, barang-barang yang langsung terkait dengan altar dan perayaan Ekaristi, misalnya salib altar dan salib perarakan, hendaknya sungguh diperhatikan.

         351. Juga, untuk hal-hal yang kurang pentingpun hendaknya diusahakan agar memiliki mutu seni, yang memadukan kesederhanaan yang anggun dengan keindahan.

 

<<< Sebelumnya [Home] Selanjutnya >>>

[Home] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17] [18] [19] [20] [21] [22] [23] [24][25] [26] [Daftar Singkatan]

 

 

Diperkenankan untuk mengutip sebagian atau seluruhnya isi materi dengan mencantumkan sumber http://www.imankatolik.or.id